By: G. Sukaton
Tragedi Pembantaian Muslim Palestina masih berlangsung hingga saat ini. Serangan HAMAS yang diawali sejak Sabtu (7/10/2023) menjadi alasan pembenaran bagi Israel Laknatullah dalam menjalankan serangkaian serangan balasan yang membabi buta. Fenomena tersebut oleh warga dunia bahkan sudah dimasukkan kategori Genosida.
Yang menjadi persoalan besar -sekaligus memalukan umat Islam- adalah diam nya para pemimpin negeri-negeri Muslim menyaksikan peristiwa tersebut berlangsung di depan matanya.
Ada apa dengan umat Islam saat ini? Satu pertanyaan itu saja cukuplah untuk menggambar kondisi yang mengiris hati itu. Dari kenyataan itulah kita dapat melakukan positioning, ada di mana level ketaqwaan kita di hadapan Allah SWT.

Dengan meningkatkan kualitas belajar kita dapa meningkatkan kualitas ketaqwaan, seperti kata Imam Ghazali tentang cara belajar dalam Islam. Secara ringkat sebagai berikut ini:
- Tahu: Merupakan tingkat pemahaman dasar seseorang terhadap suatu topik. Seseorang yang tahu tentang suatu topik biasanya memiliki pengetahuan umum atau informasi dasar mengenai topik tersebut. Untuk mencapai belajar pada level itu bisa digunakan panca indra.
- Bisa: Merupakan tingkat pemahaman yang lebih tinggi daripada tahu. Seseorang yang bisa melakukan suatu hal biasanya memiliki keterampilan atau kemampuan untuk melakukannya. Untuk mencapai level itu dibutuhkan keterlibatan akal yang sudah ditunjuki oleh dalil tentunya
- Paham: Merupakan tingkat pemahaman yang lebih dalam daripada tahu dan bisa. Seseorang yang paham tentang suatu topik biasanya memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai topik tersebut. Untuk mencapai level tersebut dibutuhkan ketekunan dan kesabaran dalam arti yang dalam, karena untuk itu dibutuhkan pemahaman kemampuan melibatkan qolbu.
- Yakin: Merupakan tingkat pemahaman yang paling tinggi dalam proses belajar daripada tahu, bisa, dan paham. Seseorang yang yakin tentang suatu topik biasanya memiliki keyakinan atau kepercayaan yang kuat mengenai topik tersebut. Dan tidak berhenti sampai meyakini nya saja, melainkan sekaligus direfleksikan dalam sebuah aktifitas dakwah jama’ie dan memperjuangkan nya dengan dengan penuh keyakinan di tengah-tengah kehidupan manusia. Disertai dengan berbagai pengorbanan sebagai konsekuansi logis yang menghadangnya. Untuk sampai pada kemuliyaan itu maka manusia dalam proses belajarnya harus mampu melibatkan ruh.
Pada level ini lah kita dapat mengerti betapa Maha Agung nya Allah SWT. Yang berfirman:
وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (QS. Ali 'Imran ayat 133)
Dalam ranah pemikiran Islam, potensi diri adalah kekuatan dan kemampuan yang diberikan Allah SWT pada diri seseorang, entah itu kekuatan yang sudah terwujud maupun yang belum terwujud. Terkadang potensi dalam diri belum dimaksimalkan atau bahkan belum terlihat sama sekali sehingga kita perlu menemukan dan menggalinya lebih dalam.
Bila seorang hamba Allah telah menemukan potensi yang dimiliki dalam dirinya, maka ia akan menjalani kehidupan dengan penuh gairah setiap waktu, sehingga tumbuh lah rasa syukur dalam hatinya. Untuk itulah penting bagi kita mengetahui cara menggali potensi diri sendiri guna memacu pertumbuhan ruh dalam diri kita. Sebagai wujud syukur atas rahmat Allah SWT yang dianugerahkan pada diri kita.
Dalam ilmu pengembangan diri pada dasarnya, potensi diri mencakup 3 hal, yaitu : kemampuan dasar, etos kerja, dan kepribadian. Seorang ahli bernama Howard Gardner menganggap bahwa yang terpenting dari ketiganya adalah kemampuan dasar yaitu inteligensi. Menurut pendapat lain, ketiganya penting untuk diseimbangkan karena bisa saling mendukung satu sama lain.
Islam sebagai aturan hidup yang sempurna telah menunjukkan dengan cara menyeluruh dan mendalam, bahwa Allah SWT sebagai Al-Kholik menyebutkan potensi dasar yang ada pada diri manusia adalah: kebutuhan jasmani, naluri-naluri, dan akal. Inilah yang dinamakan Thaqatul Hayawiyah (Potensi Kehidupan).
Bagi anda yang belum menemukan potensi diri, atau yang telah menemukan potensi diri namun belum dioptimalkan, langkah kunci yang perlu diambil adalah menghilangkan keraguan, kemudian membangun kepercayaan diri, dan menemukan potensi diri anda yang selama ini sedang tertidur.
Tidak perlu ada rasa khawatir jika belum menemukannya, berikut ini adalan 5 cara menggali potensi diri sendiri untuk meraih kesuksesan dalam hidup dan kegiatan dakwah mulai hari ini, berikut ulasannya.
1. Buatlah pilihan sadar dalam hal pengembangan diri Anda
Keputusan untuk berubah dan berkembang adalah alat yang hebat yang dapat membantu Anda bergerak maju. Buat keputusan sadar bahwa Anda akan mulai mengejar pertumbuhan. Mulailah membaca buku dan informasi tentang pengembangan diri, dengarkan audio, atau ikuti seminar dengan topik pengembangan diri. Bahan dan mentor ada dimana-mana. Ada banyak channel dakwah, buku-buku, ebook dan podcast tentang pengembangan kepribadian islam.
- Tetapkan tujuan spesifik yang bisa anda capai
Sangat sulit untuk menjalani sesuatu saat Anda tidak memiliki tujuan konkret dan spesifik yang sedang Anda jalani. Persempit tujuan anda pada apa yang ingin Anda capai dalam waktu dekat. Mungkin seperti memiliki gaya hidup sehat dan bugar, memulai bisnis Anda sendiri, atau menjadi bagian aktif dari para pengemban dakwah. Intinya adalah untuk mengetahui secara spesifik apa yang ingin Anda lakukan dan segera menyusun agenda untuk memulainya.
Untuk memotivasi diri, tanyakan pada diri sendiri, “Jika saya tahu saya tidak akan gagal, apa yang ingin saya capai saat ini?”. Jangan paksa proses ini dengan mencoba menemukan jawaban yang paling sempurna.
Tidak ada jawaban yang sempurna, dan satu-satunya cara untuk menemukan jawabannya adalah melalui “segera lakukan”, atau mengutip dari brand sepatu Nike “Just Do it”. Mencoba dan mengalami kegagalan adalah hal yang biasa. Ingatlah “Kegagalan adalah nformasi berharga bahwa masih ada sesuat yang belum kita lakukan dengan baik dan benar.”
Saat Anda menunda action, Anda semakin mempersulit proses mengidentifikasi hal-hal yang akan Anda nikmati. Satu-satunya cara untuk belajar adalah melakukan sesuatu dengan cara yang benar dan melakukan penyesuaian saat Anda action.