Oleh: Jumadi Subur (Direktur Roudlotul Jannah Islamic School)
Sudah menjadi kebiasaan rutin sebuah perusahaan atau organisasi melakukan survei kepuasan pelanggan. Namun, hal yang jarang dilakukan adalah justru tindak lanjut dari penilaian pelanggan tersebut. Aspek apa saja yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan. Bisa jadi bukan hanya nilai indeks kepuasan secara umum yang harus diperhatikan, tetapi juga masukan-masukan dari pelanggan secara spesifik juga harus diperhatikan.
Dalam era yang terus berkembang dengan laju perubahan yang semakin cepat, penting bagi sebuah masyarakat ataupun lembaga untuk menumbuhkan kesadaran kritisnya dengan mendasarkan pada nilai budaya yang progresif. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah menerapkan nilai-nilai budaya Perbaikan Berkelanjutan. Ada juga yang menggunakan istilah Kaizen, mengadopsi dari kebiasaan perbaikan yang dilakukan di negara Jepang. Kaizen sendiri secara harfiah berarti “perubahan yang baik secara terus-menerus” atau dalam bahasa manajemen mutu dikenal dengan konsep “perbaikan bertahap”.
Nilai-nilai budaya Kaizen menjadi inti dari keberhasilan industri Jepang dan kemudian menyebar ke seluruh dunia, membantu berbagai organisasi dan masyarakat memperbaiki diri secara berkelanjutan. Dalam konteks inilah kita sebagai muslim yang baik harus mampu mencermati, mempelajari, dan mengambil hikmah dari nilai-nilai budaya Kaizen, serta bagaimana nilai itu dapat membantu membangun tradisi kemajuan berkelanjutan dalam kehidupan pribadi, berbisnis, dan bermasyarakat di lingkungan kita.
Kesadaran akan meningkatkan kualitas diri secara berkelanjutan dalam Perbaikan Berkelanjutan menekankan pada pentingnya ikhtiar perbaikan terus-menerus dalam setiap aspek kehidupan. Nilai ini mendorong individu dan organisasi untuk selalu mencari cara-cara baru untuk meningkatkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas.
Lalu, bagaimana Islam berbicara tentang Perbaikan Berkelanjutan? Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Kata kuncinya adalah selalu melakukan perbaikan, perbaikan secara terus-menerus. Selalu menghasilkan perubahan. Jika kondisi tidak standar, kembali kepada standar. Jika sudah dalam kondisi baik, lebih lagi dioptimalkan. Perubahan adalah hasil dari sebuah perbaikan terus-menerus.
Kita juga sering mendengar ungkapan bahwa "hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini." Prinsip ini bukan hanya sekadar motivasi, tetapi juga merupakan ajaran yang sangat mendalam dalam Islam. Prinsip ini merupakan inti dari hadis yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya: "Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, (dan) barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, dialah tergolong orang yang merugi, dan bahkan, barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang celaka."
Hal ini kemudian melahirkan suatu konsep perbaikan diri dan peningkatan kualitas hidup untuk selalu berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, karena itu Islam mengajarkan akan pentingnya introspeksi dan evaluasi diri. Dalam Surah Al-Hashr ayat 18, Allah berfirman yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok."
Dari ayat ini, kita pahami bahwa setiap individu seharusnya merenungkan tindakan mereka dan berusaha untuk memperbaiki diri. Konsep ini sejalan dengan prinsip bahwa setiap hari adalah kesempatan baru untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas iman. Dalam konteks ini, penting bagi umat Islam untuk memahami bahwa setiap tindakan baik yang dilakukan hari ini akan berkontribusi pada kehidupan yang lebih baik di masa depan, baik di dunia maupun di akhirat.