Parameter Vertikal – Ramadhan Insight #4

Oleh: Jumadi Subur (Direktur Roudlotul Jannah Islamic School)

Kejadiannya sangat fenomenal. Bilal, yang hanya seorang budak berkulit hitam, diberi kehormatan oleh Rasulullah untuk naik ke Kakbah dan mengumandangkan azan pertama kalinya di Mekah, tepat saat Fathu Makkah. Itulah saat di mana Rasulullah dan para sahabat menaklukkan kampung halamannya dengan gilang-gemilang tanpa peperangan berdarah-darah. Inilah saat kemenangan itu.

Dan yang mendapat kehormatan adalah Bilal, seorang budak. Bukan para pembesar Quraisy atau pemuda-pemuda suku mereka yang secara strata sosial lebih terhormat. Saat itulah Rasulullah bersabda, “Laa fadhla bainal ‘araby wa a’jamiy illa bittaqwa.” “Tidak ada kemuliaan antara orang-orang Arab dan yang lainnya kecuali ketakwaannya.”

Inilah parameter yang digunakan oleh Rasulullah dalam mengukur kehormatan seseorang, dan termasuk dalam pemilihan Bilal dalam peristiwa bersejarah ini. Ukuran yang dipakai adalah ukuran ilahiah, parameter Allah. Sebuah parameter vertikal untuk mengatur hubungan antarmanusia yang horizontal. Sebuah ukuran kemuliaan seseorang yang bukan didasarkan pada status politik, standar kekayaan, strata sosial, apalagi hanya sekadar nasab (keturunan).

Kita tahu bahwa di berbagai budaya masyarakat dunia, bahkan juga di Indonesia, ada sebagian yang menganut strata sosial, ukuran-ukuran kasta, ukuran kemuliaan yang didasarkan pada level kebangsawanan dan sejenisnya. Bahkan hingga saat ini masih ada perbedaan antara kulit putih dan kulit hitam, masih ada juga yang membanggakan kesukuan dan ras tertentu.

Islam jauh berabad lalu telah mengumandangkan kesetaraan. Manusia tidak diukur dengan asal-usul kesukuan, ras, golongan, dan yang lainnya. Ukuran kemuliaan didasarkan pada standar yang ditentukan dengan hubungan vertikalnya dengan Tuhan. Inilah yang menjadi parameternya. Ketakwaan.

Dalam ketakwaan, bukan hanya tentang mendekatkan diri dengan perintah Tuhan dan menjauhkan dari larangan-Nya, bukan sekadar itu saja. Namun, ketakwaan ini sangat luas, tentang mengoptimalkan potensi diri agar dapat memberi manfaat yang lebih banyak lagi bagi manusia dan lingkungan, tentang memahami berbagai ilmu, meningkatkan skill dan knowledge, mengelola alam dan memberdayakannya, tentang solidaritas dan membantu sesama, tentang pengembangan ilmu pengetahuan, hingga tentang bagaimana sebuah negara dikelola. Dan yang utama adalah bagaimana mempertanggungjawabkan itu semua kepada Tuhan.

Maka, ketika parameter Tuhan yang digunakan, parameter vertikal yang menjadi patokan, maka kemuliaan seseorang bukan didasarkan pada indikator dunia semata. Namun, standar ilahiah lah yang menjadi parameter utama. “Inna akromakum indallahi atqokum.” Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa.

Happy fasting[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *